Rabu, 30 Desember 2009

TEKNIK PENGUKURAN TINGKAT DAYA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR TIPE CANDU


Natal Maha Prima Ginting

Universitas Gunadarma, Jakarta

Email : primaginting@rocketmail.com


Abstraksi: Paper ini bertujuan untuk penyebarluasan dan pemasyarakatan ilmu pengetahuan dan teknologi perekayasaan di Indonesia, telah disusun suatu “Tenik Pengukuran Tingkat Energi pembangkit listrik tenaga nuklir tipe Candu”. Tulisan ini akan menguraikan teknik pengukuran daya yang diterapkan pada reaktor nuklir pembangkit listrik tipe Candu, yang meliputi pengukuran fluks netron dan daya termal. Tulisan ini dibuat berdasarkan hasil pengamatan Djaruddin Hasibuan selama mengikuti training “Nuclear Power Plant System and Operation” yang diadakan PPTKN-BATAN bekerjasama dengan pemerintah Canada.

Kata Kunci : pengukuran, flux netron, pembangkit tenaga nuklir


I. Pendahuluan

Teknik pengukuran tingkat daya pembangkit listrik tenaga nuklir adalah salah satu teknik yang sangat berperan dalam pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir, karena kesetimbangan energi antara berbagai sistem dalam instalasi perlu dipertahankan. Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang yang mencanangkan alternatif penyediaan energinya dari sumber daya nuklir, perlu memahami teknologi yang diterapkan dalam instalasi nuklir tersebut. Salah satu teknologi yang perlu dipahami sebelum pemanfaatan pembangkit Listrik Tenaga Nuklir adalah “Teknik Pengukuran Tingkat Daya Reaktor Daya” yang akan dimanfaatkan. Pada kesempatan ini penulis mencoba menguraikan “Teknik Pengukuran Tingkat Daya Reaktor Daya Tipe Candu”, yang diperoleh selama mengikuti "AECL training course yang diadakan oleh PPTKN-BATAN bekerjasama dengan pemerintah Canada. Dengan memahami teknik pengukuran daya pada reaktor daya Candu, maka pemahaman tentang pengukuran daya pada jenis reaktor daya lainnya akan lebih mudah dipahami. Dengan uraian-uraian yang dikemukakan, diharapkan Teknik Pengukuran Tingkat Daya Reaktor Daya dapat dipahami oleh berbagai lapisan masyarakat, terutama oleh calon-calon operator PLTN dimasa yang akan datang.


II. Teori

Reaktor daya tipe Candu adalah suatu reaktor daya yang beroperasi dalam kisaran fluks netron yang sangat lebar, mulai dari kisaran fluks netron yang sangat kecil (10-14) dari daya penuh pada saat penyalaan hingga 150% daya penuh. Untuk melaksanakan pengukuran fluks netron yang akurat seperti ini sangat sulit dilakukan karena keterbatasan pada jenis instrumen dan ketidakleluasaan dalam penempatannya. Oleh karena itu bermacam alat dan teknik dipakai untuk menentukan distribusi fluks dan tingkat daya total dalam reaktor. Pada stasiun pembangkit listrik tenaga nuklir, kesetimbangan energi harus terjadi setiap saat antara reaktor yang merupakan sumber energi dan jala-jala listrik yang memakai energi listrik yang dibangkitkan. Oleh karena itu pengukuran daya reaktor adalah sangat perlu dipahami sedini mungkin agar pengoperasian reaktor dapat terlaksana dengan aman dan handal. Dengan memahami teknik pengukuran daya pada reaktor daya diharapkan pengoperasian reaktor daya tersebut akan aman.


Metode Dan Pelaksanaan

Metode yang digunakan untuk menentukan daya reaktor pada reaktor daya Candu dibagi dalam 2 bagian:

1. Pengukuran fluks netron

2. Pengukuran daya termal.


Pengukuran Fluks Netron

Pengukuran fluks netron pada reaktor Candu dilakukan pada dua bagian:

a. Pengukuran fluks netron luar teras

b. Pengukuran fluks netron dalam teras.

Pengukuran Fluks Netron Luar Teras Untuk melakukan pengukuran fluks netron di luar teras digunakan bilik ion, seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Bilik ion yang dipakai untuk mengukur fluks netron dalam sebuah rektor yang bekerja berdasarkan prinsip, bahwa netron termal yang bereaksi dengan Boron-10 akan menghasilkan partikel alfa(α), dengan reaksi:

Boron-10 dipakai untuk melapisi permukaan anoda dan katoda sebagai ditunjukkan pada Gambar 1 dengan rincian sebagai berikut.

a. Partikel alfa yang dipancarkan sebagai hasil dari interaksi Boron-10 dengan netron akan mengionisasikan gas hidrogen di dalam bilik ion.

b. Dengan beda tegangan diantara anoda dan katoda yang cukup besar, biasanya 600 volt, pasangan-pasangan ion akan ditarik ke elektroda yang dimuati dengan muatan berbeda, menghasilkan aliran arus dalam rangkaian luar yang berbanding langsung dengan fluks netron yang mencapai bilik ion.

c. Untuk menjamin bahwa bilik ion hanya mengukur fluks netron pada rumahan Timbal di sekitarnya yang berfungsi sebagai perisai radiasi. Meskipun bilik ion dapat mengukur fluks netron yang ia lihat dengan teliti, sebuah bilik ion yang

dipasang di luar reaktor, hanya dapat mengukur kebocoran fluks. Kebocoran fluks yang mencapai sebuah bilik ion tidak sebanding dengan fluks rata-rata di dalam reaktor, karena efek-efek reaktivitas local dapat mengganggu fluks dekat bilik ion. Efek yang paling berarti adalah jumlah racun yang terlarut dalam moderator.



Ada tiga perangkat bilik ion, juga disebut rumahan yang berisi beberapa bilik ion untuk kegunaan pengaturan reaktor. Tiap perangkat terdiri dari satu bilik ion sistem pengaturan, satu bilik ion SDS no 1 dan sebuah silinder Boron, dipakai untuk menguji tanggapan dari bilik-bilik ion, seperti ditunjukkan pada Gambar 2 [1].



Prinsip kerja rumahan bilik ion

Dalam pengoperasiannya, rumahan bilik ion seperti ditunjukkan pada Gambar 2 dipasang secara horizontal disamping calandria, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

Diagram menunjukkan instalasi bilik ion yang biasanya dipasang disamping calandria. perisai, timbal (Pb), lokasi tiga instrumen dalam satu rumahan dan berbagai detail lain ditunjukkan.

Ada tiga perangkat bilik ion dengan jenis seperti telah ditunjukkan pada diagram sebelumnya, dipasang secara horisontal pada sisi calandria. Satu bilik ion dari setiap rumahan memasok sebuah sinyal (N) yang berguna dalam pengaturan reaktor yang diumpankan pada sebuah penguat. Penguat memproses sinyal input dari bilik ion sedemikian untuk memproduksi 3 sinyal keluaran (out-put) yang berbeda. Masing-masing ketiga signal ini di ubah menjadi 3 signal keluaran, dan tiap signal hasil ubahan ini dilalukan melalui penguat sehingga tiap signal digandakan tiga kembali. Kisaran atau batas-batas sinyal liner N adalah dari 0-150 % FP (Full Power), dan terhubung dengan alat ukur yang terpasang pada panel di ruang kendali utama.

Kisaran sinyal log N adalah dari 10-5- 50% FP, sinyal ini diperagakan pada panel ruang kendali utama, dan dihubungkan sebagai input analog yang ditunjukkan sebagai A/I = analog input, pada kedua komputer kendali digital DCX dan DCY.

Kisaran sinyal log N Rate adalah dari 15 sampai dengan +15 % per detik. Sinyal ini diperagakan dalam ruang kendali utama dan dihubungkan sebagai analog input pada ke dua DCC X.

Karena sinyal bilik ion di dasarkan pada pengukuran kebocoran fluks, ini bukanlah sebuah pengukuran yang teliti dari nilai absolut fluks di dalam reaktor. Karena itu sinyal liner N tidak dapat dipakai langsung untuk mengendalikan daya reaktor. Melainkan hanya indikasi yang perlu dipunyai di dalam ruang kendali.

Pada tingkat daya rendah ketidak akuratan dari bacaan bilik ion yang disebabkan dari gangguan fluks lokal adalah relatif kecil dan tidak sedemikian berarti, sehingga pada daya rendah sinyal log N dapat dipakai langsung untuk mengendalikan daya reaktor. Ia dipakai oleh sistem pengatur reaktor (RRS = reactor regulating systems), untuk mengendalikan daya di bawah 15% daya penuh.

Laju sinyal Log N rate, tidak dipengaruhi oleh ketidak akuratan nilai absolut sinyal bilik ion, karena ia hanya berhubungan dengan laju

perubahan sinyal. Sinyal log N rate dipakai dalam RRS sebagai bagian dari perhitungan kesalahan daya. Ia juga dipakai untuk membangkitkan sinyal stepback pada log N rate

yang tinggi.

Pengukuran fluks netron dalam teras.

Pengukuran fluks netron dalam teras reaktor dilakukan dengan menggunakan detektor fluks (self power incore detector = ICDs), seperti ditunjukkan pada Gambar 4.


Dalam pelaksanaan pengukuran daya, reaktor Candu harus dikendalikan sebagai sebuah teras yang terdistribusi dalam 14 zona, maka paling sedikit fluks dalam setiap 14 zona tersebut harus diukur. Detektor fluks dalam teras swadaya telah dirancang untuk mengukur fluks dalam teras reaktor, guna menentukan baik daya total, maupun distribusi fluks dalam reaktor.

Sebuah detektor fluks dalam teras yang biasa dipakai ditunjukkan dalam Gambar 4. Perhatikan bahwa ukurannya hanya 3 mm diameter luar, dan panjang kira-kira 1 m. Ia terdiri dari sebuah elektroda pemancar atau emiter yang dikelilingi oleh bahan isolator untuk memisahkannya dari pembungkus yang terbuat dari bahan penghantar konduktor yang diground yang bertindak selaku pengumpul atau kolektor. Radiasi, baik netron maupun sinar gamma berinteraksi dengan pemancar dan mendorong elektron-elektron sepanjang isolator ke pengumpul, menciptakan perbedaan tegangan. Elektron-elektron bocor dari ground kembali ke pemancar lewat kawat penghubung dan sebuah penguat. Sinyal yang telah dikuatkan adalah sebanding dengan radiasi

yang menimpa detektor. Perhatikanlah bahwa tidak ada pasokan daya eksternal untuk membangkitkan sinyal detektor, karena itu detektor semacam ini disebut sebagai detector swadaya atau self power detector.

Inconel adalah bahan pemancar utama pada detektor-detektor yang dipakai untuk mengukur fluks bagi kegunaan daya total dan kendali zona. Kelongsong berlapis platinum tipis tidak hanya memperkuat tanggapan terhadap netron, tetapi juga sensitif terhadap sinar gamma. Detektor ini tanggap terhadap berbagai sumber radiasi yang ia temui seperti netron dan sinar gamma dari fisi, yang serempak keluar bersamaan dengan netron atau prompt, selain juga sinar gamma dari produk peluruhan visi yang tertunda atau delay[4].

Radiasi serempak sebanding dengan daya netron, sedangkan radiasi tertunda sebanding dengan panas peluruhan, tetapi instrumen tidak memberikan tanggapan yang setimbang untuk netron dan gamma. Instrumen-instrumen yang biasanya kurang tanggap terhadap netron dan lebih tanggap terhadap sinar gamma memberikan tidak cukup tanggapan serempak dan terlalu banyak tanggapan tertunda ketika terjadi perubahan tingkat daya reaktor. Ia tidak mengukur secara langsung, baik daya netron maupun daya termal, tetapi memberikan angka

yang terletak di antara keduanya. Keuntungan utama dari detektor fluks dalam teras adalah bahwa ia memberikan tanggapan yang segera dan linier ketika fluks berubah, dan dengan bantuan faktor-faktor koreksi tertentu berfungsi

sebagai basis pengendalian daya reaktor dari 5% daya penuh sampai dengan 120 % daya penuh.

Jenis lain dari detektor dalam teras swadaya, memakai pemancar vanadium yang menangkap netron dengan reaksi.

V-52 kemudian meluruh dengan emisi β, γ, dengan waktu paroh 3, 76 menit. Detektor ini lebih kecil secara fisik, panjangnya kira-kira 30cm atau satu jarak kisi-kisi, dan dengan demikian memberikan bacaan yang sangat lokal. Detektor vanadium adalah hampir 100 % sensitif terhadap netron, demikian juga ia sangat teliti mengukur fluks netron lokal. Kelemahannya adalah ia tidak dapat dipakai secara langsung untuk mengendalikan reaktor, karena waktu konstan dominannya adalah 5,5 menit, sehingga ketika ada perubahan daya reaktor dalam bentuk tangga, detektor-detektor ini memerlukan 25 menit, untuk menunjukkan 99 % kenaikan daya benar. Ia dapat dipakai dalam selang waktu yang lebih lama oleh program pemetaan fluks untuk menghitung faktor koreksi bacaan fluks spatial dari detector inconel.

Prinsip kerja detektor fluks Dalam pengoperasiannya detektor-detektor fluks ini di pasang di dalam teras reaktor. Untuk pengaturan daya reaktor detector fluks dipasang secara vertikal, seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Sedangkan untuk pemadam reaktor dipasang secara horizontal.



Untuk pengendalian daya reaktor dalam kisaran daya linier atau kisaran pembangkitan daya di atas 5 % daya penuh, Candu menggunakan detektor fluks dalam teras dari jenis Inconel (Ic). Detektor ini terletak dalam 14 zona kendali, sehingga baik distribusi spatial, maupun fluks total dari reaktor dapat diukur dan dikendalikan. Diagram menggambarkan satu irisan teras dalam satu daerah yang terdiri dari 16 kanal bahan bakar dan menunjukkan satu detektor fluks dalam teras di antara barisan kanal bahan bakar yang merentang sepanjang kira-kira 3 kali jarak kisikisi.

Pada reaktor daya Candu ada 28 detektor fluks vertikal (VFD = vertical flux detector) dalam teras inconel dengan selongsong platinum untuk mengukur fluks netron dalam setiap 14 reaktor zona. Dalam tiap zona ada dua detektor untuk menyediakan redundansi sebagai ditunjukkan pada diagram, kedua detektor dari zona yang sama dihubungkan pada dua penguat yang berbeda.

Meskipun detektor ini adalah swadaya, sinyal-sinyal yang dibangkitkan oleh detector perlu diperkuat sebelum dihubungkan dengan DCC (Digital Computer Control). Di dalam desain ini diperlukan dua penguat yang dipasok dari sebuah sumber daya klas dua dengan tegangan 120 volt. Dan untuk menjamin redundansi setiap pasang penguat menerima input sinya dari VFD yang terletak dalam dua zone yang berbeda sebagai digambarkan.

Masing-masing penguat mengeluarkan sebuah sinyal linier N yang dihubungkan sebagai analog input dengan DCC (digital computer control). Ini adalah sinyal netron linier yang dipakai oleh sistem pengatur reactor atau RRS (reactor regulating system) untuk mengendalikan daya di atas 5 % daya penuh, baik spatial maupun reaktor total. Tetapi karena sensitif sinyal-sinyal detektor fluks tidak dapat dipakai secara langsung untuk mengendalikan daya reaktor tanpa ada koreksi. Pengukuran daya total perlu dikalibrasi dengan pengukuran daya termal. Sedangkan untuk kegunaan pengendalian distribusi daya spatial dikalibrasi dengan memakai out put dari program pemetaan fluks.

Pengukuran Daya Termal

Daya termal reaktor adalah panas yang dihasilkan oleh reaktor selama beroperasi, sering disebut out-put panas dari reaktor. Daya termal reaktor ini dapat ditentukan dengan melakukan berbagai macam pengukuran.

Ada dua tempat utama untuk pengukuran out-put termal dari reaktor. Yang pertama adalah panas yang dipindahkan ke pendingin ketika ia mengalir melalui reaktor, dan yang lain adalah panas yang dipindahkan ke air umpan antara waktu ia memasuki pembangkit uap sampai ia meninggalkannya sebagai uap.

Panas yang dipindahkan dari pendingin bahan bakar dapat ditentukan dengan mengukur

laju aliran dan perbedaan temperatur di antara inlet dan out let kanal bahan bakar. Aliran pendingin dapat diukur secara akurat dengan memakai tabung venturi, lempengan orifice dan

alat-alat sejenis.

Bacaan temperatur yang akurat dari pendingin pada inlet dan outlet kanal bahan bakar dapat juga diperoleh, tetapi hanya setelah tertunda beberapa saat. Pengukuran temperatur dilakukan dengan detektor tahanan panas (resistance temprature detector = RTD) yang dipasang pada pipa umpan. Karena waktu yang

diperlukan oleh pendingin untuk mencapai detektor disebut keterlambatan perpindahan (transfort lag) dan pemantau waktu dari sensor

sendiri ada selang waktu antara saat temperatur

bahan bakar berubah sampai perubahan ini tercatat sebagai bacaan yang benar pada RTD.

Persoalan yang bahkan lebih besar pada metode pengukur perpindahan panas ini adalah bahwa pengukuran perubahan temperatur hanya

akan teliti jika tidak ada pendidihan dalam kanal bahan bakar. Untuk Candu 9, pendidihan dimulai pada 50 % daya penuh sehingga pengukuran-pengukuran temperatur di atas 50% daya penuh akan mulai memberikan pembacaan yang tidak akurat ketika tingkat daya naik. Maka untuk menentukan daya termal di atas 50% daya penuh kita perlu melihat kecocokan dengan melakukan pengukuran dipembangkit uap, yang diuraikan sebagai berikut.

Input panas ke pembangkit uap. Dengan mengukur aliran dan temperature uap selain aliran dan temperatur air umpan jumlah panas yang dipindahkan sepanjang pembangkit uap dapat ditentukan. Karena uap berada pada kondisi jenuh, pada kenyataannya lebih mudah untuk mengukur tekanan uap dan menghitung temperatur yang berkaitan. Dari pengukuran-pengukuran ini harga yang akurat dari panas yang dipindahkan ke ketel-ketel dapat diperoleh, tetapi transport lag jauh lebih lama dari harga yang diperoleh jika kita mengukur temperatur pendingin.

Kombinasi dari dua pengukuran di atas cukup untuk menjangkau batas-batas daya seluruhnya. Di bawah 50 % daya penuh perubahan temperatur sepanjang reaktor dipakai

untuk menentukan daya termal reaktor dan di atas 70 % daya penuh dipakai panas yang dipindahkan ke pembangkit uap. Pada kisaran

menengah dari 50-70 % daya penuh kombinasi

linier dari dua perkiraan di atas dipakai untuk mendapatkan perpindahan yang mulus dari satu

sumber sinyal ke sumber yang lain.

III. Pembahasan

Dari uraian-uraian yang dikemukakan di atas kita telah melihat berbagai instrumentasi dan teknik pengukuran daya yang dihasilkan oleh reaktor Candu dan telah menemukan bahwa tidak ada metode tunggal dari pengukuran yang dapat memberikan harga daya reaktor yang memuaskan semua persyaratan, ketelitian dan mampu untuk meliputi kisaran tingkat operasi yang sangat lebar. Metode yang dapat memecahkan persoalan pengukuran daya dapat diuraikan sebagai berikut.

Pengukuran fluks netron dengan bilik ion di luar teras dan detektor fluks dalam teras swadaya, hasilnya dapat segera diperoleh tetapi tidak cukup teliti untuk dipakai secara langsung dalam pengendalian daya reaktor, kecuali untuk daya di bawah 5 % daya penuh, bacaan bilik ion yang tidak akurat dan setiap gangguan fluks tidak perlu diperhatikan.

Pengukuran daya termal di reaktor dan di pembangkit uap, cukup teliti tetapi tertunda beberapa detik relatif terhadap perubahan fluk

netron disebabkan oleh transport lag dan waktu konstan detektor, sehingga bacaan-bacaan ini juga tidak diterima untuk dipakai secara langsung untuk pengendalian daya reaktor.

Daya termal reaktor adalah panas yang berguna yaitu panas yang dipindahkan dari reaktor ke ketel-ketel untuk membangkitkan uap, dengan melewati generator turbin untuk memproduksi listrik dan termasuk pompa panas.

Daya netron adalah tidak sebanding dengan daya termal reaktor bila reaktvitas positip ditambahkan pada eras. Daya netron dari fisi naik dengan segera sehingga panas fisi yang besarnya 93 % dari panas total yang dihasilkan olah bahan bakar naik dengan segera. Panas peluruhan yang besarnya 6 % dari panas total yang diproduksi oleh bahan bakar naik secara perlahan-lahan karena harus menunggu penumpukan produk fisi lebih banyak. Input panas dari pompa-pompa dan panas yang terbuang ke lingkungan, pada dasarnya sama dan diperhitungkan kira-kira 1%.

Daya spatial dikendalikan dengan bacaan-bacaan detektor fluks dalam teras, dikoreksi setiap 2 menit oleh program pemetaan fluks, yang menggunakan lebih dari 100 detektor vanadium dan memberikan pembacaan fluks lokal yang akurat, tetapi tertunda sampai 25 menit disebabkan oleh konstanta waktu detektor.

Daya benar total ditentukan dari bilik ion untuk daya di bawah 5 % daya penuh dan dari

bacaan detektor dalam teras untuk daya di atas

15 %, dengan perpindahan yang linier di antara keduanya. Sebagai didiskusikan dalam seksi berikut bacaan detektor fluks dalam teras dikoreksi dengan pengukuran daya termal.

IV. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa:

Teknik pengukuran daya yang diterapkan pada reaktor daya Candu sangat rumit dan hasilnya tidak memuaskan.

Dengan uraian-uraian yang dikemukan dapat dipahami metode dan cara pelaksanaan pengukuran daya pada reaktor Candu.


DAFTAR PUSTAKA

1. Dr. GEORGE BEREZNAI, 1998, Nuclear Power Plant Systems and Opertion, Lecture Notes, Revision 2, Thailand Oktober.

2. HUDI HASTOWO, 2003, Road-Map Energi

Nuklir-Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta.

3. Anonimous, 2003, Rencana Strategik BATAN

2020, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta.

4.M.M.EL-WAKIL, 1984, Powerplant Technology,McGRAW-HILL International edition, New York.